Rabu, 07 Oktober 2009

Life after high school, it gets a lot better


Betapa sempurnanya diri kita ini, sampai kita ketemu sama orang-orang yang begitu gemar mengingatkan 'kecacatan-kecacatan' kita.

Saya tidak tau dan tidak pernah menyadari kalau ternyata saya begitu berbeda sampai ketika saya masuk ke komunitas awal dalam hidup saya: JUNIOR HIGH SCHOOL.

Teman-teman sebaya saya sering membalas senyuman saya dengan pandangan aneh, senyuman merendahkan, dan terkadang dengan dengan umpatan yang tidak layak untuk
didengarkan.
"psst.. si Rinni kan gitu..psst.. "
" si Rinni kan gini.. "
"jangan mau deh berteman sama dia.. "
"kuper.. nggak gaul!!"
"... cupu!"
"awas.. hati-hati.. dia datang, jaga barang-barangnya.."

Fiiuuhh... Tatapan sinis dan hinaan setajam silet ala sinetron pernah saya rasakan saat itu. Dan rasanya benar-benar se'asin air mata yang diam-diam menetes diujung bibir. Perjalanan menuju sekolah selalu ditemani dengan perasaan tersiksa dan beribu pertanyaan seperti, "kenapa saya mesti berkumpul dengan orang-orang yang tidak bisa menerima saya?"
"Saya merasa baik-baik saja dengan keadaan saya, kenapa orang lain tidak?"
Ingin sekali rasanya dikurung di kamar saja dengan teman-teman khayalan saya. Mereka memang tidak nyata, tapi justru karena itu mereka tidak akan menyakiti
saya..

Sebetulnya drama ini berawal dari kesadaran teman-teman bahwa saya bukan berasal dari keluarga ber'ada' seperti mereka. Saya dibesarkan tidak seperti kebanyakan anak kecil pada umumnya. Apalagi ditunjang dengan status saya sebagai anak pertama yang harus membantu ibu mengasuh adik-adik saya. Selain itu saya dididik untuk selalu berusaha sendiri supaya kuat berdiri dengan kaki sendiri. Itu yg selalu saya ingat dari ucapan bapak sampai saat ini. Maka dari itu saya tidak pernah punya waktu bermain ke mall sehabis pulang sekolah bersama mereka, saya juga tidak punya cukup waktu untuk mampir ke rumah teman-teman saya saat pulang sekolah. Saya juga tidak punya 'tambahan' uang jajan untuk membeli barang-barang yang
kata teman saya untuk pelengkap Fashion dan pergaulan.
Sempat sih merasakan sedikit kesal sama Bapak yang melarang saya ini itu, tapi seiring berjalannya waktu saya bisa berdamai dengan keadaan, mungkin ini adalah cara Bapak mendidik anak sulungnya.

Oyah, selain rangkaian 'nasib' saya tadi, saya juga dilengkapi 'bonus' yang semakin bikin teman-teman menjadi sangat lancar dan handal dalam memperolok saya. Badan saya kecil, rambut saya pendek dan ikal, dilengkapi dengan kacamata silindris. Kulit saya sedikit gelap, dan pembawaan saya yang diam dan selalu mengalah membuat mereka jadi tambah afdol dalam mengejek si cupu ini ;)
Ketika itu saya hanya berpikir "buat apa memberontak dan menyangkal omongan mereka, waktu akan membuktikan semuanya pada mereka dan pada orang-orang diluar sana!"
Ini semua buat saya sih ini anugerah, jadi kenapa malah orang lain yang merasa gerah??

Ada kenikmatan tersendiri kok menjadi orang yang tertindas. Meskipun hati tetap bisa membedakan mana yang tulus dan mana hinaan..
Mungkin ini juga yang membuat saya merasa betah kemana-mana sendirian. Tidak ada yang komentar, tidak ada yang menghina.. saya merasa 'Normal'.

Saya tidak pernah merasa dendam, sampai pada akhirnya secara tidak sengaja saya bertemu lagi dengan orang-orang yang dulu begitu 'perhatiaanya' mengingatkan segala kekurangan saya. Begitu melihat mukanya saja, hinaan-hinaan masa kecil itu secara mengejutkan terngiang-ngiang lagi. Saya tidak menyangka, ternyata saya masih ingat secara detail lokasi, suasana, dan perkataan demi perkataan ketika peristiwa 'traumatis' itu terjadi.

Seiring dengan hati yang kembali tertoreh, saya bisa tersenyum lebar ketika melihat keadaan mereka sekarang. hmm.. :D Semua tidak akan saya jabarkan disini, cukup saya saja yang merasakan 'kemenangan' ini :)

Sebenarnya saya tidak mau diam-diam menghina balik, tapi maaf.. ternyata [secara tidak sadar] saya menyimpan dendam.
Dan maaf.. ternyata saya bahagia dengan 'pembalasan' ini..

Aah.. seandanya saya mengetahui dari awal akan seperti ini pada akhirnya, mungkin ketika itu tidak akan ada air mata yg terurai dan saya ganti dengan pelukan pertanda simpati untuk apa yang akan menimpanya dimasa depan dan sebagai ungkapan rasa terima kasih saya karena segala macam dan bentuk hinaannya itu bisa membuat saya lebih menghargai perbedaan dan bisa lebih menerima segala hal yang dianggap sebagai kekurangan.

Buat yang masih gemar memperhatikan 'kecacatan' teman, saya cuma mau berkata
"justru 'kecacatan' yang membuat manusia semakin sempurna ;)
It's not a bullshit, so please at least try to be it.


**Bandung, 18 September 2009